Sabtu, 21 April 2012

Dosa,Anugerah,Pengampunan,Pertobatan,&Dan Hidup Baru

Dosa, Anugerah, Pengampunan, Pertobatan & Hidup Baru Tema : Manusia Sub Tema : Dosa, Anugerah, Pertobatan, Pengampunan dan Hidup Baru Kesimpulan; 1. Mengetahui dan memahami ajaran Gereja tentang dosa dan anugerah. 2. Menghayati pengorbanan Kristus bagi manusia. 3. Menjelaskan pentingnya pertobatan dan hidup baru Pengertian Dosa Kita mulai dengan pertanyaan dari mana datangnya dosa? Yang pertama, pandangan bahwa dosa adalah bagian dari penciptaan dan dengan demikian dosa berasal dari Allah. Dasarnya ialah bahwa “segala sesuatu di dunia ini dari Dia dan oleh Dia dan untuk Dia” (Roma 11:36). Mengapa dosa dapat hadir dan terus ada di dunia, kalau Allah tidak menghendakinya? Pandangan ini tidak dapat diterima, sebab bagaimanakah Allah dapat memurkai dosa, bila ternyata Ia sendiri menghendakinya? Yang kedua, anggapan bahwa dosa berasal dari iblis, atau malaikat yang telah jatuh ke dalam dosa dan menjadi iblis. Yohanes 8:44, Yudas 6, 2 Petrus 2:4. Namun anggapan ini pun tidak dapat diterima, sebab nas-nas itu tidak bermaksud menjelaskan asal-usul dosa. Untuk itu kita perlu mencermati apa yang terjadi dalam kitab Kejadian 1 s/d 3. Ketika manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, ia diberi kebebasan dan tanggung jawab untuk mengembangkan kehidupan bersama ciptaan Allah yang lain (Kejadian 1:27-28). Dengan gambar dan rupa Allah itu ia pun mendapat kesempatan untuk merealisasikan dirinya sebagai mitra Allah. Namun ia memilih untuk melawan Allah dan perintah-Nya (Kejadian 3:6). Inilah yang menyebabkan manusia jatuh ke dalam dosa. Dari nas ini dosa dipandang sebagai perbuatan yang berasal dari dalam diri manusia sendiri, dan bukan berasal dari luar. Dosa lahir oleh karena manusia, dalam kebebasannya, memiliki kehendak (keinginan) yang berlawanan dengan perintah Allah. Jadi dapat diterangkan bahwa dosa adalah sikap hati dan perbuatan manusia melawan perintah Allah yang dilakukan dalam kebebasannya sebagai makhluk ciptaan. Ketika kebebasan dilepaskan dari tanggung jawab maka ia jatuh ke dalam dosa. Dosa terjadi bukan karena sesuatu yang datang dari luar, tetapi berdasarkan keputusan dan pilihan manusia sendiri, oleh karena ia merasa tidak bebas berada di bawah perintah Allah. Ia ingin menjadi otonom yang sama seperti Allah, bebas menentukan pilihannya sendiri. Di dalam Alkitab, salah satu akar kata dosa ialah: “chatat” (Ibrani) dan “amartia” (Yunani) yang artinya pelanggaran atau pemberontakan terhadap hukum Allah. Dosa adalah sifat dan motivasi yang terkandung dalam hati manusia, yang menyatu dengan kodratnya sebagai manusia berdosa, sedangkan kesalahan adalah perbuatan yang tampak dari hati yang berdosa. Kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa telah membuat semua manusia menjadi pendosa (Roma 5:19). Ini disebut dosa asal atau turunan atau warisan, yang membuat semua manusia, bahkan sejak dari dalam kandungan sudah bertabiat dosa (Mazmur 51:7). Jadi, ajaran Pelagius yang mengatakan bahwa dosa Adam hanya mencelakakan dirinya saja dan tidak menyebar pada keturunannya, bahwa dosa itu ada bukan karena diwariskan melainkan karena ditiru, adalah pandangan yang tidak dapat diterima. Sejak dosa pertama manusia sudah menempatkan dirinya di bawah hukuman Allah, yaitu maut (1 Korintus 15:21-22). Maut adalah terputusnya hubungan dengan Allah dan bukan hanya menyangkut kematian badani. Maut lebih dari itu, yakni manusia menjadi seteru Allah dan mati secara rohani. Anugerah dan Pengampunan Oleh karena dosa telah menempatkan manusia di bawah hukuman Allah, Alkitab menunjukkan bahwa manusia mencari jalan untuk keluar dari hukuman itu melalui hukum Taurat atau berdasarkan perbuatan (Roma 3:20). Namun semua hikmat dan usaha manusia tidak dapat menyelamatkannya dari kutuk dan hukuman Allah (Roma 9:16). Keselamatan itu hanya diperoleh melalui rencana dan tindakan Allah yang membebaskan dan menyelamatkan manusia dari hukuman maut. Alkitab menyaksikan berkali-kali Allah berjanji untuk membebaskan dan menyelamatkan. Perjanjian Allah dengan Nuh (Kejadian 9), Abraham (Kejadian 15), dan Israel di gunung Sinai (Keluaran 24) menyatakan janji keselamatan itu. Nabi Yehezkiel menegaskan: “Bukan karena kamu Aku bertindak,..” (Yehezkiel 36:22,32). Ini berarti tindakan penyelamatan yang dikerjakan Allah tidak didasari atas perbuatan baik manusia; melainkan tindakan itu didorong oleh kemurahan hati Allah sendiri. Dia bertindak berdasarkan perjanjian kasih karunia-Nya. Keseluruhan janji Allah tadi berpuncak dan terwujud di dalam kematian Yesus Kristus. Sebab itu keselamatan adalah anugerah Allah semata-mata, dan manusia tidak ikut di dalam karya tersebut. Kristus menyatakan keselamatan itu melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Yesus Kristus telah menjadi Perantara yang mendamaikan hubungan Allah dengan manusia dan dunia. Berdasarkan pekerjaan pendamaian yang dilakukan Kristus, Allah memulihkan kembali kedudukan manusia, bukan menurut garis keturunan Adam tetapi berdasarkan gambar Allah yang tampak dalam Kristus (I Korintus 15:45-47). Dengan demikian salib menunjukkan dua kebenaran: Pertama, bahwa di hadapan Allah kita adalah orang-orang berdosa. Kedua, bahwa dosa kita diampuni. Bukan kita sendiri yang tahu akan dosa kita, melainkan ketika manusia berjumpa dengan Allah melalui Roh Kudus (bandingkan Yesaya 6:5, Lukas 5:8). Perjumpaan ini menghasilkan kesadaran bahwa manusia sudah diampuni hanya oleh anugerah Allah dan ia dapat terus hidup berdasarkan kasih karunia Allah saja (Efesus 2:8). Agustinus mengajarkan bahwa anugerah Allah mendahului semua perbuatan baik dari manusia, termasuk kesadaran untuk mengakui dosa. Jadi manusia diampuni bukan karena ia memliki kemauan untuk mengakui dosanya, namun sebelum hal itu terjadi anugerah Allah sudah diberikan kepadanya. Gagasan ini kemudian dilanjutkan oleh Calvin dengan menekankan pentingnya kemauan dari pihak manusia untuk bertobat dan hidup baru. Menurutnya, kalau kemauan itu dihapus, itu tidak berarti bahwa kemauan hilang oleh karena ketika manusia bertobat, apa yang termasuk kodrat aslinya tidak berubah, yakni pendosa. Di lain pihak, kemauan tidak boleh ditonjolkan sebab seluruh kebaikan yang terdapat di dalam diri manusia pun adalah hasil anugerah Allah semata-mata. Pertobatan dan Hidup Baru Perjumpaan manusia dengan Allah melalui Roh Kudus selanjutnya menuntun manusia untuk sampai kepada pertobatan dan hidup baru. Menurut Calvin, pertobatan ialah membalikkan kehidupan kita kepada Allah, dengan digerakkan oleh rasa takut yang tulus dan sungguh-sungguh akan Dia. Ada tiga unsur pertobatan: 1] terjadi perubahan dalam jiwa, bukan hanya perubahan perbuatan lahiriah, 2] harus ada rasa takut yang sungguh-sungguh akan Allah, 3] pematian daging dan dihidupkannya kita oleh Roh. Yang dimaksud oleh Calvin dengan pertobatan sama dengan kelahiran kembali. Ia memakai istilah yang ditulis oleh rasul Paulus: “menanggalkan manusia lama” dan “mengenakan manusia baru” (Efesus 4:22,24) atau “mati dalam tubuh dan hidup dalam Roh” (Roma 8:10). Namun di dalam diri orang yang telah dilahirkan kembali itu masih tetap ada tempat yang subur untuk kejahatan, yang daripadanya terus menerus timbul nafsu-nafsu yang menggodanya untuk berbuat dosa. Oleh karenanya, pertobatan atau pembaruan itu tidak selesai dalam sekejap mata atau sehari dan setahun, tetapi terus menerus (Kolose 3:10). Terkadang lambat jalannya, sebab Allah hendak membersihkan kotoran dalam diri mereka dan menguduskannya, supaya di sepanjang hidup mereka belajar bertobat, dan mengetahui bahwa perjuangan ini tidak berakhir sebelum kita mati. Calvin memang menginginkan semua orang Kristen hidup bernafaskan Injil. Namun tekanannya bukanlah pada kesempurnaan, sebab jika demikian menurutnya, gereja akan tertutup bagi semua orang, karena belum ada seorang pun yang dekat dengan kesempurnaan itu. Walaupun demikian, hendaklah kesempurnaan itu menjadi tujuan hidup orang kristen yang harus diusahakan dengan tekun. Menurutnya, janganlah kita berhenti berupaya supaya kita terus menerus maju di jalan Tuhan, dan jangan kita berputus asa karena kecilnya kemajuan itu. Jadi, yang penting bukanlah kesempurnaan melainkan ketekunan. Dalam hal itulah Calvin menekankan pentingnya kesalehan (pietis) bagi hidup orang Kristen. Bahkan menurutnya, Allah tidak dapat dikenal bila tidak ada kesalehan, dalam arti rasa hormat dan kasih kepada-Nya. Jadi kesalehan dimaknai sebagai kebajikan yang terpuji, yang timbul dari kesadaran, hormat, cinta, tunduk dan patuh kepada Allah yang hidup, berdaulat dan berkuasa. Allah yang telah melakukan kebaikan-kebaikan kepada kita. Luther mengatakan, siapa yang sudah dianugerahi pengampunan oleh Kristus terbebas dari segala sesuatu yang memperbudaknya, tidak tunduk terhadap siapapun, tetapi pada saat yang sama ia terikat untuk melayani sesamanya. Pernyataan itu berarti iman membebaskan manusia dari setiap peraturan, tetapi kebebasannya tidaklah tanpa kendali. Manusia dibimbing sedemikian rupa oleh Kristus, sehingga dengan bebas ia melakukan lebih daripada yang dituntut oleh hukum (Galatia 5:18). Maknanya Bagi Katekisan Pedoman hidup bagi orang percaya yang telah diampuni dosanya oleh Allah dan yang telah dibarui di dalam Kristus, ialah sebagai berikut: • Memiliki etika yang baru Kristus telah memulihkan citra Allah yang rusak oleh dosa. Pemulihan citra Allah itu berdampak pada pemberian kemampuan untuk melakukan hal-hal yang baik. Dengan kata lain, hidup dalam pengampunan adalah hidup dalam rahmat dan kasih karunia untuk mempersembahkan hidup itu sendiri demi kemuliaan Allah (Roma 12:1, Galatia 2:19). Hidup yang demikian adalah hidup yang memiliki etika baru dalam dunia dan masyarakat. Hidup dalam etika yang baru ialah hidup yang mengampuni dan menghargai hak-hak orang lain. • Bertumbuh, berkembang dan berbuah. Orang yang sudah dibarui harus menampakkan proses pertumbuhan (bertumbuh) dan perkembangan (berkembang), dan akhirnya berbuah, sebab memang demikianlah maksud panggilan Tuhan bagi kita, yakni bekerja (melayani) dan memberi buah (Galatia 5:22).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar