Jumat, 20 April 2012

Sejarah Suku Batak



Versi sejarah mengatakan si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 Km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba.

Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus. Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.

Dengan memperhatikan tahun tahun dan kejadian di atas diperkirakan :

Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur danau Toba (Simalungun sekarang), dari selatan danau Toba (Portibi) atau dari barat danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang orang Tamil di Barus.
Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, Si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah timur Danau Toba (Simalungun)
Sebutan Raja kepada si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya. Demikian halnya keturunan si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan dsb, meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya menurut buku TAROMBO BORBOR MARSADA anak si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU TETEABULAN, RAJA ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga Marga Batak.

Sumber : disarikan dari buku "LELUHUR MARGA MARGA BATAK, DALAM SEJARAH SILSILAH DAN LEGENDA" cet. ke-2 (1997) oleh Drs Richard Sinaga, Penerbit Dian Utama, Jakarta

ADAT BATAK

DALIHAN NA TOLU - The Philosophy of Life
Sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut DALIHAN NA TOLU (bahasa Toba), Di Simalungun disebut TOLU SAHUNDULAN . Dalihan dapat diterjemahkan sebagai "tungku" dan "hundulan" sebagai "posisi duduk". Keduanya mengandung arti yang sama : 3 POSISI PENTING dalam kekerabatan orang Batak, yaitu :


HULA HULA atau TONDONG : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di atas", yaitu keluarga marga pihak istri sehingga disebut SOMBA SOMBA MARHULA HULA yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.
DONGAN TUBU atau SANINA : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "sejajar", yaitu : teman/saudara semarga sehingga disebut MANAT MARDONGAN TUBU, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.
BORU : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di bawah", yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari hari disebut ELEK MARBORU artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.
Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut : ada saatnya menjadi Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya menjadi BORU. Dengan dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Dalam sebuah acara adat, seorang Gubernur harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak istri yang kebetulan seorang Camat. Itulah realitas kehidupan orang Batak yang sesungguhnya. Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan SISTEM DEMOKRASI Orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang universal.



SIAPAKAH ORANG BATAK? :

Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis dibagi sbb:

Batak Toba (Tapanuli) : mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan bahasa Batak Toba.
Batak Simalungun : mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun.
Batak Karo : mendiami Kabupaten Karo, Langkat dan sebagian Aceh dan menggunakan bahasa Batak Karo
Batak Mandailing : mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah Pakantan dan Muara Sipongi dan menggunakan bahasa Batak Mandailing
Batak Pakpak : mendiami Kabupaten Dairi, dan Aceh Selatan dan menggunakan bahasa Pakpak.
Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah Batak. Namun demikian, mereka mempunyai marga marga seperti halnya orang Batak.

Dalam buku ANEKA RAGAM BUDAYA BATAK [Seri Dolok Pusuk Buhit-10] terbitan YAYASAN BINABUDAYA NUSANTARA TAOTOBA NUSABUDAYA, 2000 hal 31, menyebutkan bahwa etnis Batak bukan hanya 5, akan tetapi sesungguhnya ada 11 [sebelas], ke 6 etnis batak lainnya tsb adalah :

NO Nama sub etnis Wilayah yang dihuni

1. Batak PASISIR Pantai Barat antara Natal dan Singkil
2. Batak ANGKOLA Wilayah Sipirok dan P. Sidempuan
3. Batak PADANGLAWAS Wil. Sibuhuan, A.Godang, Rambe, Harahap
4. Batak MELAYU WiL Pesisir Timur Melayu
5. Batak NIAS Kab/Pulau Nias dan sekitarnya
6. Batak ALAS GAYO Aceh Selatan,Tenggara, dan Tengah

Yang disebut wilayah Tanah Batak atau Tano Batak ialah daerah hunian sekeliling Danau Toba, Sumatera Utara. Seandainya tidak mengikuti pembagian daerah oleh Belanda [politik devide et impera] seperti sekarang, Tanah Batak konon masih sampai di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.

BATAK ALAS GAYO

Beberapa lema/dialek di daerah Alas dan Gayo sangat mirip dengan lema bahasa Batak. Demikian juga nama Si Alas dan Si Gayo ada dalam legenda dan tarombo Batak. Dalam Tarombo Bona Laklak [tarombo pohon Beringin] yang dilukis cukup indah oleh L.Sitio [1921] nama Si Jau Nias, dan Si Ujung Aceh muncul setara nama Sorimangaraja atau Si Raja Batak I. Disusul kemudian hadirnya Si Gayo dan Si Alas setara dengan Si Raja Siak Dibanua yang memperanakkan Sorimangaraja, kakek dari Si Raja Batak.

BATAK PAKPAK

Sebagian kecil orang Pakpak enggan disebut sebagai orang Batak karena sebutan MPU Bada tidak berkaitan dengan kata OMPU Bada dalam bahasa Batak. Kata MPU menurut etnis Pakpak setara dengan kata MPU yang berasal dari gelar di Jawa [MPU Sendok, MPU Gandring]. Tetapi bahasa Pakpak sangat mirip dengan bahasa Batak, demikian juga falsafah hidupnya.

BATAK KARO

Sub etnis ini juga bersikukuh tidak mau disebut sebagai kelompok etnis Batak. Menurut Prof Dr. Henry G Tarigan [IKIP Negeri Bandung] sudah ada 84 sebutan nama marga orang Karo. Itu sebabnya, orang Karo tidak sepenuhnya berasal dari etnis Batak, karena adanya pendatang kemudian yang bergabung, misalnya marga Colia, Pelawi, Brahmana dsb. Selama ini di Tanah Karo dikenal adanya MERGA SILIMA [5 Marga].

BATAK NIAS

Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah Batak, bukan dari Pusuk Buhit. Masuk akal karena secara geografis pulau Nias terleta agak terpencil di Samudera Indonesia, sebelah barat Sumatera Utara.Namun demikian, mereka mempunyai marga marga seperti halnya orang Batak.

PERDEBATAN

Di antara masyarakat Batak ada yang mungkin setuju bahwa asal usul orang Batak dari negeri yang berbeda, tentu masih sangat masuk akal. Siapa yang bisa menyangkal bahwa Si Raja Batak yang pada suatu ketika antara tahun 950-1250 Masehi muncul di Pusuk Buhit, adalah asli leluhur Orang Batak??? Sejak jaman dulu orang Batak memang perantau ulung. Di Sunatera Utara saja banyak orang Batak yang bermukim di daerah Asahan, Labuhan Batu Sumatera Utara, sejak lama telah menghapus marganya kemungkinan karena kebiasaan mereka setelah memeluk agama Islam. Bahkan di daerah Langkat ditemukan penduduk bermarga seperti Gerning, Lambosa, Ujung Pinayungan, Berastempu, Sibayang, Kinayam, Merangin angin, dll yang konon merupakan kelompok marga Malau [W.M Hutagalung, Pustaha Batak, Tulus Jaya, hal 58]. Konon menurut cerita, istri Raja Langkat berasal dari kelompok Marga tsb. Batak apa pula mereka kita namakan?

Mungkin banyak literatur literatur tersimpan di Negeri Belanda sana yang belum mengungkap bagaimana sesungguhnya pluralisme di Tanah Batak. Namun dengan kacamata Nasional kita melihat bahwa Indonesia sangat kaya dengan adat dan budaya daerah, salah satunya adalah adat dan budaya Batak!

BUDAYA BATAK

MARGA dan TAROMBO

MARGA adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal) Sistem kekerabatan patrilineal menentukan garis keturunan selalu dihubungkan dengan anak laki laki. Seorang Batak merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki laki yang meneruskan marganya. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu. Menurut buku "Leluhur Marga Marga Batak", jumlah seluruh Marga Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias.

TAROMBO adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah. Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling "mardongan sabutuha" (semarga) dengan panggilan "ampara" atau "marhula- hula" dengan panggilan "lae/tulang". Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil "Namboru" (adik perempuan ayah/bibi), "Amangboru/Makela",(suami dari adik ayah/Om) "Bapatua/Amanganggi/Amanguda" (abang/adik ayah), "Ito/boto" (kakak/ adik), PARIBAN atau BORU TULANG (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan istri, 
SEJARAH
Kerajaan
Batak didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang bernama Alang Pardoksi (Pardosi). Masa kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh raja yang bernama. Sultan Maharaja Bongsu pada tahun 1054 Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan politiknya.

DESKRIPSI LOKASI
Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah administrative, mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan.

UNSUR BUDAYA

A. Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.

B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.

C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

D. Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.

b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

E. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

F. Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.

G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .

NILAI BUDAYA

1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

ASPEK PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.

Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.

DAFTAR PUSTAKA :
  • Hidayah, Zuliyani
  • 1997 Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Koentjaraningrat
  • 1971 Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan Melalatoa, M. Junus
  • 1997 Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaa

Dalam tarombo Batak (silsilah garis keturunan suku bangsa Batak) dimulai dari seorang individu bernama Raja Batak.
Raja Batak berdiam diri di Pusuk Buhit, Sianjur Mulamula. Sehingga Pusuk Buhit dapat dikatakan sebagai daerah induk asal-mula suku bangsa Batak yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru.
Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putera, yaitu:
1.     Guru Tatea Bulan (Naimarata)
2.     Raja Isumbaon
Guru Tatea Bulan
Guru Tatea Bulan mempunyai 5 (lima) orang putera, yaitu:
1.     Raja Biakbiak
2.     Saribu Raja
3.     Limbong Mulana
4.     Sagala Raja
5.     Silau Raja
Raja Biakbiak
Raja Biakbiak adalah putera sulung Guru Tatea Bulan.
Raja Biakbiak atau juga disebut dengan Raja Uti tidaklah mempunyai keturunan.
] Saribu Raja
Saribu Raja adalah putera kedua Guru Tatea Bulan.
Saribu Raja mempunyai 2 (dua) orang putera yang dilahirkan oleh 2 (dua) isteri. Isteri pertama Saribu Raja adalah Siboru Pareme yang melahirkan Raja Lontung dan isteri kedua Saribu Raja adalah Nai Mangiring Laut yang melahirkan Raja Borbor.
Raja Lontung
Raja Lontung mempunyai 7 (tujuh) orang putera, yaitu:
1.     Sinaga, menurunkan marga Sinaga dan cabang-cabangnya
2.     Situmorang, menurunkan marga Situmorang dan cabang-cabangnya
3.     Pandiangan, menurunkan Perhutala dan Raja Sonang dan cabang-cabangnya
4.     Nainggolan, menurunkan marga Nainggolan dan cabang-cabangnya
5.     Simatupang, menurunkan marga Togatorop, Sianturi dan Siburian
6.     Aritonang, menurunkan marga Ompu Sunggu, Rajagukguk, dan Simaremare
7.     Siregar, menurunkan marga Siregar dan cabang-cabangnya
Raja Borbor
Keturunan Raja Borbor membentuk rumpun persatuan yang disebut dengan Borbor yang terdiri dari marga Pasaribu, Batubara, Harahap, Parapat, Matondang, Sipahutar, Tarihoran, Saruksuk, Lubis, Batubara, Pulungan, Hutasuhut, Tanjung serta Daulay.
Limbong Mulana
Keturunan Limbong Mulana sebagai putera ketiga Guru Tatea Bulan memakai marga Limbong
Sagala Raja
Keturunan Sagala Raja sebagai putera keempat Guru Tatea Bulan memakai marga Sagala.
Silau Raja
Silau Raja sebagai putera bungsu Guru Tatea Bulan menurunkan marga Malau dan cabang-cabangnya.
Raja Isumbaon
Raja Isumbaon adalah putera bungsu Raja Batak. Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putera, yaitu:
1.     Tuan Sorimangaraja
2.     Raja Asiasi
3.     Sangkar Somalidang
Khusus keturunan Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang hingga saat ini belum diketahui pasti siapa keturunan mereka.
Tuan Sorimangaraja
Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 (tiga) orang putera, yaitu:
1.     Raja Naiambaton
2.     Raja Nairasaon
3.     Tuan Sorbadibanua
Raja Nai Ambaton
Keturunan Raja Naiambaton dikenal sebagai keturunan yang terdiri dari berpuluh-puluh marga yang tidak boleh saling kawin (ndang boi masiolian). Kumpulan persatuan rumpun keturunan Raja Naiambaton disebut dengan PARNA (Parsadaan Raja Nai Ambaton). Catatan: huruf R dalam kata PARNA bukan representasi 'raja', tapi PAR=Parsadaan ("persatuan"), NA=Nai Ambaton.
Marga-marga keturunan Raja Naiambaton, antara lain: Simbolon, Tamba, Saragi, Munte. Dan cabang-cabangnya:
1.     Simbolon Tua (Simbolon, Tinambunan, Tumanggor, Turutan, Pinayungan, Maha, Nahampun)
2.     Tamba Tua (Tamba, Sidabutar, Sijabat, Siadari, Sidabalok)
3.     Munte Tua (Munte, Sitanggang, Sigalingging)
4.     Saragi Tua (Sidauruk, Saing, Simalango, Simarmata, Nadeak, Sidabungke, Rumahorbo, Sitio, Napitu)
Nai Rasaon
Nai Rasaon adalah kelompok marga-marga dari suku bangsa Batak Toba yang berasal dari daerah Sibisa. Marga-marga keturunan Nai Rasaon, adalah: Manurung, Sitorus (menurunkan Pane, Dori, Boltok), Sirait, Butarbutar. MANURUNG menurunkan HUTAGURGUR HUTAGAOL dan SIMANORONI. Dari Ibu, Nai Rasaon {nama kecil: si Boru Bidinglaut, Isteri II Ompu Tuan Sorimangaraja (S-3)/Anak no. 2 Ompu Raja Isumbaon (S-2)} beranak satu, yaitu Datu Pejel/Ompu Tuan Sorbadijae. (S=S/sundut; S-1 adalah si Raja Batak). Datu Pejel, dua anaknya sekali lahir (kembar-dua), namun tidak sebagaimana umumnya lahir kembar secara satu per satu, melainkan lahir kembar-dua didalam satu "lambutan". Yang dimaksud lambutan, barangkali adalah jaringan selaput yang membungkus bayi ketika didalam kandungan. Pada waktunya yang tepat dikemudian hari diberi nama: Raja Mangarerak dan Raja Mangatur si "Dua-sahali tubu". Pomparan Raja Toga Manurung berkembang dari Raja Mangarerak; Sementara pomparan Raja Toga Sitorus, Raja Toga Sirait dan Raja Toga Butarbutar berkembang dari Raja Mangatur. Meski empat marga ini sesungguhnya berasal dari satu Ompu, Datu Pejel, namun umumnya, berawal dari wilayah Porsea ke-empat marga ini sudah saling kawin-mawin. Maka prinsip satu keluarga besar "na so boi mar-si-oli-an" telah memudar. Proses ini diperkirakan sudah dimulai sejak 5 - 6 generasi sebelum generasi yang sekarang, atau kira-kira 200 tahun yl. Sedang diwilayah asal/asli Sibisa dan Ajibata perasaan bersaudara itu masih kental. Namun khususnya diwilayah Ajibata, antara Sirait dan Manurung, pada generasi yang sekarang, telah ada yang memulai kawin-mawin. Sementara antara Sirait terhadap Sitorus dan Butarbutar belum ada yang memulai. Tetapi didaerah perantauan, misalnya di p. Jawa telah ada yang merintis.
Tuan Sorbadibanua
Tuan Sorbadibanua mempunyai 8 (delapan) putera, yaitu:
1.     Sibagotnipohan
2.     Sipaettua(Pangulu Ponggok, Partano Nai Borgin,Puraja Laguboti(Pangaribuan,Hutapea)
3.     Silahi Sabungan
4.     Raja Oloan
5.     Raja Hutalima
6.     Raja Sumba
7.     Raja Sobu
8.     Raja Naipospos
Sibagotnipohan Sibagotnipohan sebagai cikal-bakal marga Pohan mempunyai 4 (empat) putera, yaitu:
1.     Tuan Sihubil, sebagai cikal-bakal marga Tampubolon dan cabang-cabangnya
2.     Tuan Somanimbil, sebagai cikal-bakal marga Siahaan, Simanjuntak, dan Hutagaol
3.     Tuan Dibangarna, sebagai cikal-bakal marga Panjaitan, Silitonga, Siagian, Sianipar, dan cabang-cabangnya
4.     Sonak Malela, menurunkan marga Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede
Sipaettua Marga-marga keturunan Sipaettua, antara lain: Hutahaean, Hutajulu, Aruan, Sibarani, Sibuea, Sarumpaet, Pangaribuan, dan
Raja Silahi Sabungan Sesuai dengan prasasti yang terdapat di Tugu Makam Raja Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak bahwa Raja Silahi Sabungan memiliki 8 Anak dan 1 Putri dari 2 (Dua) istri yakni :
Istri Pertama berasal dari Pakpak Dairi bernama Pingganmatio Padangbatangari, putri semata wayang Raja Parultep atau Padangbatangari, anaknya: 1 Lohoraja (Sihaloho,Haloho,Silalahi,Sembiring,Keloko) 2 Tungkirraja (Situngkir,Sipangkar,Sipayung) 3 Sondiraja (Rumasondi,Rumasangap,Silalahi,Naiborhu,Sinurat,Nadapdap,Dolok Saribu,) 4 Butarraja (Sidabutar,Silalahi) 5 Dabaribaraja (Sidabariba,Silalahi) 6 Debangraja (Sidebang,Silalahi) 7 Baturaja (Pintu Batu,Sigiro,Silalahi)
Dan seorang putri yang bernama Deang Namora
Istri Kedua berasal dari Sibisa bernama Siboru Nailing, putri Raja Nairasaon anaknya :
8 Tambunraja alias Siraja Tambun (Tambun,Tambunan,Daulay)
Raja Oloan Raja Oloan mempunyai 6 (enam) orang putera, yaitu:
1.     Naibaho, yang merupakan cikal-bakal marga Naibaho dan cabang-cabangnya
2.     Sigodang Ulu, yang merupakan cikal-bakal marga Sihotang dan cabang-cabangnya
3.     Bakara, yang merupakan cikal-bakal marga Bakara
4.     Sinambela, yang merupakan cikal-bakal marga Sinambela
5.     Sihite, yang merupakan cikal-bakl marga Sihite
6.     Manullang, yang merupakan cikal-bakal marga Manullang
Raja Hutalima Raja Hutalima tidak mempunyai keturunan
Raja Sumba Raja Sumba mempunyai 2 (dua) orang putera, yaitu:
1.     Simamora, yang merupakan cikal-bakal marga Purba, Manalu, Simamora Debata Raja, dan Rambe
2.     Sihombing, yang merupakan cikal-akal marga Silaban, Sihombing Lumban Toruan, Nababan, dan Hutasoit
SILABAN(BORSAK JUNJUNGAN) 1.SILABAN (BORSAK JUNGJUNGAN) 2.OP. RATUS 3.AMA RATUS 4.OP.RAJADIOMAOMA 5.a. DATU BIRA (SITIO); b. DATU MANGAMBE/MANGAMBIT (SIPONJOT) c. DATU GULUAN
Raja Sobu Marga-marga keturunan Raja Sobu, antara lain: Sitompul dan si Raja Hasibuan. Dari si Raja Hasibuan berkembang lagi, yang tetap tinggal di Toba tetap Hasibuan, sedang "pomparan" Ompu Guru Mangaloksa yang merintis hidupnya ke wilayah Silindung, anak-anaknya berkembang menjadi si Raja Nabarat (Hutabarat), si Raja Panggabean (cabangnya,Simorangkir), si Raja Hutagalung dan si Raja Hutatoruan. Si Raja Hutatoruan dua anaknya, itulah Hutapea (Silindung/Tarutung, beda dari Hutapea - Toba/Laguboti), dan Lumbantobing (biasa disingkat L. Tobing=Lumbantobing). Marga-marga tsb (diluar marga Hasibuan), secara "specific" pomparan Guru Mangaloksa dinamai "Pomparan ni si Opat Pu(i)soran". Mana ejaan yang benar dalam bahasa Batak, antara Pusoran atau Pisoran, entahlah. Marga-marga tersebut diatas masih tetap alias belum bercabang hingga sekarang. Kecuali pencabangan untuk tujuan penyebutan internal, semisal Hutabarat. Ada Hutabarat Sosunggulon, Hutabarat Hapoltahan, Hutabarat Pohan. Dari tataran ini barulah dibagi lagi menjadi "mar-ompu-ompu". Sebagai catatan, khusus dari pomparan Guru Mangaloksa, setiap anggota marga-marga tersebut mengingat nomornya masing-masing, termasuk Boru. Semisal di Hutabarat, berkenalan seorang Hutabarat dengan seorang lain Hutabarat. Tidak lagi ditanya, Hutabarat Sosunggulon? atau Hapoltahan? atau Pohan? dst. Tetapi langsung ditanya, "nomor berapa"?, termasuk Boru. Sehingga masing-masing tahu "standing position", memanggil abang/adik, bapatua/bapauda, dst, termasuk "tutur" untuk Boru. Hal seperti ini perlu dicontoh karena dapat memotivasi orang lain mencari asal-usul ("identitas") "ha-batahonna", tentu setelah indentitas keyakinan dan kepercayaan masing-masing individu.

Raja Naipospos Raja Naipospos mempunyai 5 (lima) orang putera yang secara berurutan, yaitu:
1.     Donda Hopol, yang merupakan cikal-bakal marga Sibagariang
2.     Donda Ujung, yang merupakan cikal-bakal marga Hutauruk
3.     Ujung Tinumpak, yang merupakan cikal-bakal marga Simanungkalit
4.     Jamita Mangaraja, yang merupakan cikal-bakal marga Situmeang
5.     Marbun, yang merupakan cikal-bakal marga Marbun Lumban Batu, Marbun Banjar Nahor, Marbun Lumban Gaol
Padan atau janji antar marga
Dalam suku bangsa Batak, selain marga yang satu nenek moyang (satu marga) ditabukan untuk saling kawin, dikenal juga padan (janji atau ikrar) antar marga yang berbeda untuk tidak saling kawin. Marga-marga tersebut sebenarnya bukanlah satu nenek moyang lagi dalam rumpun persatuan atau pun paradaton, tetapi marga-marga tersebut telah diikat padan (janji atau ikrar) agar keturunan mereka tidak saling kawin oleh para nenek moyang pada zaman dahulu. Antar marga yang diikat padan itu disebut dongan padan.
Marga-marga yang mempunyai padan khusus untuk tidak saling kawin, anatara lain:
1.     Sihotang dengan Naipospos (Marbun)
2.     Naibaho dengan Sihombing Lumban Toruan
3.     Nainggolan dengan Siregar
4.     Tampubolon dengan Silalahi
5.     dan lain sebagainya
Sihotang dengan Naipospos (Marbun)
Seluruh keturunan Raja Naipospos diikat janji (padan) untuk tidak saling kawin dengan keturunan Raja Oloan yang bermarga Sihotang. Sehingga Sihotang disebut sebagai dongan padan. Memang pada awalnya pembentuk janji ini adalah Marbun. Namun ditarik suatu kesepakatan bersama bahwa keturunan Raja Naipospos bersaudara (na marhahamaranggi) dengan keturunan Sihotang. Hal ini dapat dilihat bersama bahwa hingga saat ini seluruh marga NAIPOSPOS SILIMA SAAMA (Sibagariang-Hutauruk-Simanungkalit-Situmeang-Marbun) tidak ada yang kawin dengan marga Sihotang. Pengalaman di lapangan bahwa memang ada-ada saja orang yang mempersoalkan padan ini. Mereka mengatakan bahwa hanya Marbun sajalah yang marpadan dengan Sihotang tanpa mengikutsertakan Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang. Perlu diketahui bersama bahwa telah ada ikrar (padan) para nenek moyang (ompu) bahwa padan ni hahana, padan ni angina; jala padan ni angina, padan ni hahana (ikrar kakanda juga ikrar adinda dan ikrar adinda juga ikrar kakanda). Benar Marbunlah pembentuk padan pertama terhadap Sihotang. Tetapi oleh karena Marbun sebagai anggi doli Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang, maka turut juga serta dalam padan dengan Sihotang. Contoh lain dapat pula dilihat bersama bahwa sesungguhnya Sibagariang tidaklah ada ikrar (padan) sama sekali untuk tidak saling kawin (masiolian) dengan Marbun. Tetapi oleh karena Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang marpadan dengan Marbun untuk tidak saling kawin maka Sibagariang pun turut serta dengan sendirinya oleh karena ikrar (padan) para nenek moyang (ompu) yang telah disebutkan di atas. Sehingga suatu padan yang umum bahwa keturunan Raja Naipospos dari isteri I (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang) tidak boleh saling kawin dengan keturunan Raja Naipospos dari isteri II (Marbun).
Demikian pula halnya seluruh marga-marga keturunan
Raja Naipospos (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun Lumban Batu, Marbun Banjar Nahor, dan Marbun Lumban Gaol) tidak boleh saling kawin dengan keturunan Sihotang.


7 komentar:

  1. Tulisan anda ini sangat tidak sesuai dan tampak sangat pemula dan tidak mengenal sebenarnya siapa dan apa Batak itu.

    - Dari sejarah dan asal-usul, batak sangat bervariasi dan jauh ada sebelum kemunculan Si Raja Batak. Bahkan Acricuss van Munthe dalam Familien Munthe In Norge dikatakan ditemukan ijazahnya tahun 1072 M di Vlanderen(Belgia) dan Ludwig van Munthe abad ke-16M di Norwegia. Sehingga dengan melegitimasi Batak bernenek moyangkan "Si Raja Batak", anda sama dengan mengkerdilkan budaya dan bangsa batak yang luas, dan sudah tua itu. Kecuali anda tidak mengakui Karo, Simalungun, dan Mandeling sebagai bagian Batak. Tapi, bukankah hati mereka akan pilu jika tidak diakui. Tapi, kalau mereja juga dibatakkan jadinya tidak sesuai dong tradisi yang anda keritakan, apalagi kalau Nias juga dimasukkan Batak.

    - Bahasa: Benarkah bahasa Batak itu hanya dibedakan oleh dialek atau logat? Jangan-jangan anda sama sekali tidak bisa berbahasa salah satu bahasa batak itu, sehingga anda berkata demikian.

    - Budaya: Dalihan Na Tolu. Daliken Si Telu(Karo). Samakah juga dengan Rakut Si Telu(Karo)? Sebab yang saya tahu di Karo daliken-ya da 5, sehingga cocoknya: "Daliken Si Lima" dan rakut(terpuk)-nya ada 4, sehingga pantasnya: Rakut Si Empat(bukan rakut si telu) = Sembuyak, Senina, Anak Beru, dan Kalimbubu. Sebab kalau hanya 3 rakutnya dalam peradatan Karo maka acara adat itu akan rusuh dan tak terkendali. Hehehehe.. Aneh juga orang Karo ini ya.?
    Dan, ingat! Dalam mantra2 kuno Karo tidak pernah terucap "nini si telu terpuk" melainnya "nini si empat terpuk."

    - Selanjutnya. Dalam sejarah kuno tidak pernah tercatat bangsa batak(batak itu tidak ada dalam definisi bahasa kuno/tidak jelas). Batak itu kabur tidak sejelas Toba, Mandailing, Melayu, Karo, Pakpak, Gayo, dll. Jadi "Batak" itu hal yang baru dan merupakan generalisasi etnis yang beraneka ragam di SUMUT.

    - Dan bangsa Batak dan negeri Batak tidak pernah ada di sejarah, dan itu hanya versi baru dari sejarah.

    - Wah... wah... wah.... NIAS -pun mau anda BATAK-kan? Hehehe... :D
    Jadi, anda membuat Silsilah Terombo Si Raja Batak semakin tidak relevan donk.

    - Mengenai marga/merga bukan hanya yang dikatakan batak saja punya merga, sehingga jangan lantas karena Nias dpunya marga terus anda batakkan. Hehehe... Kalau begitu kenapa tidak Batak Cina sekalian.

    Sehingga: Yang anda ceritakan diatas bukanlah "sejarah/cerita Batak" tetapi lebih tepatnya "sejara/cerita Batak Toba". Kecuali anda tidak mengakui yang lainnya Batak!
    Mejuah-juah, impal. :D

    BalasHapus
  2. http://bataksisialagundi.blogspot.com/

    BalasHapus
  3. bangso batak,bukan berarti bangsa batak.

    BalasHapus
  4. SISILAH TAROMBO TUAN SOMBA DIJAE
    SISILAH/TAROMBO TUAN SOMBA DIJAE ( DATU PEJEL ), NARASAON DAN MANURUNG, MULAI DARI SI RAJA BATAK ADALAH :
    SIRAJA BATAK ANAKNYA 2 ORANG yaitu :
    1. GURU TATEA BULAN
    2. RAJA ISUMBAON
    RAJA ISUMBAON ANAKNYA 1 ORANG yaitu :
    TUAN SORI MANGARAJA
    TUAN SORIMANGARAJA ANAKNA 5 ORANG : 3 LAKI-LAKI DAN, 2 PEREMPUAN yaitu :
    1. TUAN SOMBA DI JULU ( DATU RONGGUR)
    2. TUAN SOMBA DI JAE ( DATU PEJEL)
    3. TUAN SOMBA DI BANUA ( NAI SOMBAON)
    PEREMPUAN : 2( DUA) HALAK.
    SATU KAWIN KE SAMOSIR
    SATU LAGI TIDAK DIKETAHUI
    TUAN SOMBA DI JAE ( DATU PEJEL) ANAKNYA 1 ORANG yaitu :
    NARASAON
    NARASAON ANAKNYA 3 ORANG : 2 LAKI-LAKI (SILINDUAT) DAN 1 PEREMPUAN yaitu :
    1. RAJA MANGARERAK
    2. RAJA MANGATUR
    3. BORU SIMAILING-ILING
    RAJA MANGARERAK ANAKNYA 1 ORANG LAKI-LAKI yaitu :
    RAJA TOGA MANURUNG
    RAJA TOGA MANURUNG ANAKNYA 5 ORANG : 3 LAKI-LAKI DAN 2 PEREMPUAN yaitu : LAKI-LAKI
    1. RAJA HUTA GURGUR ( MANURUNG SIAHAAN)
    2. RAJA HUTA GAOL ( MANURUNG SIBITONGA)
    3. RAJA SIMANORONI ( MANURUNG SIAPUDAN)
    PEREMPUAN :
    1. PINTA HAUMASAN MULI TU RAJA TAMBUN
    2. ANIAN NAULI MULI TU SIRAJA TURI
    Dengan demikian bahwa :
    TUAN SOMBA DI JAE YANG DISEBUT DATU PEJEL ANAKNYA NARASAON bukan Nairasaon sekali lagi bukan Nairasaon
    DAN Datu Pejel bukan Nairasaon sekali lagi bukan Nairasaon
    Semonga bermanfaat bagi semua keturunan Tuan Somba di Jae ( Datu Pejel) dan Narasaon.
    Terimah Kasih.

    BalasHapus
  5. Sejarah bataknya sangat kacau tapi silsilah dan tarobonya bagus begini batak itu ada baru pada abad ke 12 jadi leluhur suku batak datang dari daratan Asia ribuan tahun sblum masehi ingat leluhur bkn suku batak! Dan mereka ber mukim di daerah pesisir barat p sumatera bahkan ada yng sampai agak pedalaman seperti angkola dan Mandailing nama raja melayu tua ini sorimangaraja berpusat didaerah Natal tepatnya di batahan skarang krajaan ini makmur tapi padathn 1021 krjaan chola dari India menghancurkannya kmudian pensehat raja yaitu sorimangaraja yng ada di gunung tua p bolak tempat pergirian tinggi parmalim menobotkan menantunya nya itu pewaris raja sorimangaraja yng sudah wafat akibat serbuan pasukan chola menjadi raja sorimangaraja yng berpusat di barus tapteng skarang dan krajan ini menjadi maju sbagai bandar atau pelabuhan ramai di jamannya pada abad ke12 bandar barus di rebut krajaan pagaruyung raja sorimangaraja dan palimanya yerbunuh sampai disitu suku batak blum ada yng ada adalah proto melayu leluhur suku batak atas inisiatip penasehat raja sorimangaraja yaitu raja mhutya raja menyelamatkan semua barang pusaka beserta menyelamatkan pewaris krajaan nyaitu sinambeuk atau si raja batak ke pedalaman nuitu di pusuk buhit skarang disitulah dia bermukim dan punya anak 3 nyaitu tatea bulan raja isumbaon dan toga laut dan pada waktunya penasehat raja sorimangaraja yng tlah terbunuh yng di barus tadi nyaitu raja mhutya raja mengembalikan kembali barang pusaka kpada ahli waris nyaitu sorimangaraja anak raja isumbaon ingat dan hati hati ahli waris adalah sorimangaraja anak isombaon bukan si singamangaraja waktu itu tuan Sorba dibanua blm ada apalagi si raja oloan apalagi sinambela martonnggo ma oputta tu mula jadi nabolon minta petunjuk bahwa surat suci tentang perdukunan diberikan kepada guru tatea bulan dan surat tumbaga holing tentang kerajaan diberikan kpada raja isombaon begitulah liku liku asal suku batak yng memang berasal dari proto melanyu jadi bknlah datang dari daratan Asia langsung ke pusuk buhit tapi ribuan tahun di pesisir p sumatetra bandingkan saja si raja batak ada pada abad ke12 atau sedangkan proto melayu leluhur suku batak datang dari daratan Asia 4 atau 3 ribu tahun sblum masehi jaraknya ada skitar 5000 thn dan suku bata baru skitar 800 tahun soal suku asli alas gayo nias fakfak bahkan karo adalah serumpun bkn se suku soal ada orang batak di daerah itu adalah penyebaran begitu juga sub suku tona angkola Mandailing simalungun dll adalah pem bagian berdasar penyebaran bkn bagian suku suku batak itu satu lintas agama dan daerah afapun sub suku tadi adalah betdasar daerah penyebaran bkn betdasar genetika dari penulis sawaluddin simanjuntak jakarta klau ada ksalahan pemikiran saya mohon bantu di perbaiki ini pendapat yng saya pelajari bkn kptusan apalagi kepastian horaaaass bangso batak

    BalasHapus
  6. Alamat sawaludin s jln h joko 8 lenteng agung jaksel terbuka untuk tukar pendapat

    BalasHapus